Keris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singhasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, ken Arok.
Keris ini dibuat oleh seorang pandai besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken Arok, salah seorang tokoh penyamun yang menurut seorang brahmana bernama Lohgawe adalah titisan wisnu. Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para “mpu” (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatan tadi “ditransfer” kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan haris diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singhasari yakni :
Terbunuhnya Tunggul Ametung
Tunggul Ametung, kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar “Dandang Gendis” (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga.
Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes. Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa “barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia”.
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa-bawanya kemana mana untuk menarik perhatian umum. Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah sebagai siasat agar nanti yang dituduh oleh publik Tumapel adalah Kebo Ijo dalam kasus pembunuhan yang dirancang sendiri oleh Ken Arok. Siasatnya berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung. Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Terbunuhnya Ken Arok
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri. Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari.
Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan ayah Tunggul Ametung. Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas. Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan.
Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya. Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal. Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang. Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai “eksekutor” terhadap Ken Arok. Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu.
Terbunuhnya Anusapati
Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, namun tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara Sabung Ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring tersebut dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati.
Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal. Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari. Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya.
KISAH LAIN NYA
Kisah tentang keris Empu Gandring bisa ditemui di kitab Pararaton. Kisah ini tak bisa dilepaskan dari sosok wanita cantik, Ken Dedes, yang konon menjadi ihwal munculnya kutukan sang empu. Berkaitan dengan asmara yang membara.
Banyak kita tahu kisah-kisah tentang keris yang memiliki tuah atau daya linuwih. Masing-masing kisah menceritakan bagaimana sebuah keris yang memiliki kekuatan daya supranatural mampu membantu mengubah nasib sang pemiliknya yang terkadang dengan cara yang sulit di nalar manusia. Tetapi, dari berbagai tentang kisah keris bertuah, tidak ada yang lebih menarik dan legendaris dari kisah keris Empu Gandring milik Ken Arok dari tumapel yaitu masa sebelum kerajaan Singosari.
Alkisah dalam serat Pararaton disebutkan, Ken Arok berniat membunuh Tunggul ametung, seorang akuwu (penguasa) di Tumapel. Niat ini muncul setelah secara tidak sengaja Ken Arok yang waktu itu menjadi abdi di Tumapel, melihat betis mulus Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, ketika Ken Dedes turun dari kereta.
Bukan itu saja, “barang rahasia” milik Ken Dedes pun terlihat oleh Ken Arok. Dari “barang rahasia” sang dewi nampak adanya sinar yang menyala. Ken Arok terkejut dan seketika itu tertarik menatap sang dewi. Benar-benar wanita cantik yang tiada taranya di dunia ini, pikir Ken Arok.
Kemudian Ken Arok menceritakan pengalamannya tersebut kepada Dhang Hyang Lohgawe, seorang brahmana yang waskita. Menurut sang brahmana, wanita dengan tanda seperti itu disebut Nareswari. Ia adalah wanita utama, ratu dari semua wanita. Meskipun seorang pria papa dan hina dina, jika beristri wanita semacam ini maka pria tersebut tentu akan bisa menjadi raja atau orang yang tinggi jabatnnya.
Mendengar penjelasan sang brahmana seperti ini Ken Arok semakin bilat tekadnya untuk dapat memperistri Ken Dedes walau apapun risikonya, termasuk dengan cara membunuh Tunggul Ametung. Maka berangkatlah Ken Arok menuju tempat tinggal Empu gandring, seorang empu pembuat keris yang sangat termasyur. Dengan keris buatan empu gandring ini Ken Arok bermaksud membunuh Tunggul Ametung.
“Ki Empu, tolong bikinkanlah saya sebuah keris yang ampuh. Saya harapkan bisa selesai dalam waktu lima bulan. Harap diperhatikan, Ki, agar keris itu dapat selesai.”
Empu Gandring menjawab,”Kalau kamu menghendaki yang baik, seharusnya dalam satu tahun. Kalau dalam lima bulan belumlah cukup.”
Ken Arok berkata lagi,”Pengukiran keris itu terserah saja bagaimana bentuk serta coraknya. Saya tidak peduli masalah janji, pkoknya dalam lima bulan harus selesai.”
Setelah lima bulan, maka Ken Arok pun teringat akan janjinya, yakni akan pesana keris tersebut kepada Empu Gandring. Empu gandring pada waktu itu sedang mengukir keris. Ken Arok perlahan bicara,”Ki, sudah selesaikah keris pesanan saya itu?” Empu gandring pun menjawab pula dengan halus,” duh kaki. Kerismu itu justru yang sedang kukikir ini.” Ketika mendengar jawaban tersebut, Ken Arok menjadi tak senang hati dan bersikap kurang sopan.
Ken Arok melihat kerisnya yang sedang di kikir (diperhalus). Keris diberikan oleh Empu gandring, diterima oleh Ken Arok dan diamat-amati. Serentak sadar bahwa kerisnya belum selesai, maka Ken Arok marah. “ini keris belum rampung!Bukanlah saya sudah berkali-kali berpesan. Tak ada gunanya saya berkata kalu begini kenyataannya, Ki. Terlalu sekali kau ini, Ki. Masakan mengikir pun sampai lima bulan masih juga belum selesai. Benar-benar mengacuhkan pesanku, kau Empu Gandring!” Ken Arok pun mengamuk membabi buta.
Epu Gandring di tusuknya dengan keris bikinan sang empu itu sendiri. Segera sang empu gandring pingsan. KenArok keterlanjuran menurutkan api amarah. Keris disabetkan di lumpang tempat kikiran besi.
Lumpang yang terbuat dari batu itu terbelah jadi dua. Setelah itu keris disabetkan kearah paron (alas untuk menempa besi). Paron pun pecah berkepingan. Setelah itu terdengarlah suara Empu Gandring yang menyumpah serapahi,”Ken Arok, besok kau sendiri pun akan mati oleh keris itu juga. Anak dan cucu-cucumu, tujuh orang raja akan meninggal pula dengan senjata yang sama.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, mak Empu gandring segera meninggal. Ken Arok sangat menyesal dengan kematian Empu gandring. Tuah keris empu gandring ternyata terbukti sakti. Buktinya, keris ini berhasil membunuh Tunggul ametung, Ken arok sendiri, dan keturunannya. Sehingga tepat seperti sumpah Empu gandring bahwa kerisnya membunuh tujuh orang raja.
Percaya atau tidak?
Yng pasti, kisah ini terdapat dalam serat Pararaton Ken Arok, kitab sastra jawa yang diakui kesahihannya oleh para ahli sejarah.
Keris Mpu Gandring: Hipotesis
GANDRING dikenal sebagai pengrajin logam yang tersohor di kerajaan Tumapel (cikal bakal Singosari). Ia juga dikenal sakti. Karena “profesional” dan sakti itu ia kemudian diberi gelar “Mpu”. Ken Arok, seseorang yang dipercaya sebagai titisan Wisnu, memesan keris kepadanya. “Satu hari”, begitu Ken Arok memberikan tenggat waktu bagi Gandring. Satu hari berlalu dan Gandring telah menyelesaikan kerisnya. Namun sarung keris belum tuntas. Karena tak sabar, Ken Arok mengambilnya, lalu membunuh Gandring. Gandring sempat menyumpahi Ken Arok dan keturunannya: tujuh turunan bakal mati tertikam keris itu.
Jaman itu, teknologi pengolahan logam atau metalurgi masih sangat tradisional: besi dipanaskan dan ditempa; atau dalam istilah metalurgi, diberi perlakuan panas (heat treatment) dan dibentuk (forging). Kemudian, ilmu metafisika masuk, dan besi yang telah terbentuk (misal: pedang, keris dll), diberi doa-doa, dan menjadi sakti. Begitukah? Entahlah.
Bagaimana Mpu Gandring membuat kerisnya jadi ampuh? Mpu Gandring memilih bahan yang kuat tapi ringan. Jaman itu, proses pemaduan logam dengan logam lain barangkali tak menghasilkan paduan yang memuaskan. Jadi, bahan monolitik adalah pilihan. Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan kerisnya. Hal ini juga perlu diteliti lebih jauh apakah batu meteornya bisa diberi perlakuan panas dan dibentuk. Batu meteor ini bisa dilihat dan disentuh di Museum Geologi – Bandung. Tapi, apakah bahan itu yang digunakan Mpu Gandring atau bukan, ini masih pertanyaan.
Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Ada proses difusi dari racun ular ke dalam keris yang masih membara itu. Bisa ular sebagian menempel hanya di permukaan, dan sebagian lain berdifusi ke dalam keris. Setelah mendingin, keris dimasukkan ke dalam sarungnya, dan disimpan. Bisa dibayangkan jika keris itu disentuh atau ditancapkan ke tubuh: bisa ular segera menempel dan masuk ke dalam darah, lalu bagian tubuh akan lumpuh dan manusia bisa mati. Pada jaman itu, hanya sedikit orang yang mengetahui proses pembuatan keris secara “ilmiah”; salah satunya adalah Mpu Gandring. Karena pengetahuan dan pengalaman yang cukup advanced dalam pembuatan keris, mungkin Mpu Gandring juga dikenal sebagai mahaguru pada jaman itu. Apakah dia bisa disebut profesor di jaman ini?
Penelitian lebih jauh sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai peta kemajuan teknologi Jawa pada abad lampau.
0 comment:
Posting Komentar